Friday, February 10, 2012

QANAAH


Qana’ah artinya ridha dengan sedikitnya pemberian dari Allah. Karena itu ada sebagian ahli tasawuf mengatakan, bahwa seorang hamba adalah sama seperti orang merdeka bila ia ridha atas segala pemberian, dan seorang merdeka sama seperti seorang hamba bila bersifat thama (rakus). Sebagaimana dikatakan dalam syair :

“Seorang hamba menjadi merdeka bila ia ridha (menerima apa adanya) dan seorang merdeka menjadi budak bila ia minta-minta. Maka terimalah apa adanya, janganlah meminta-minta, tiada sesuatu yang tercela selain rakus (thama).”

Menurut Prof. Dr. Hamka dalam bukunya “Tashawwuf Modern”.Qana’ah ialah menerima cukup. Qana’ah itu mengandung lima perkara, yaitu :

  1. Menerima dengan rela apa yang ada.
  2. Memohonkan kepada Tuhan tambahan yang pantas dan berusaha.
  3. Menerima dengan sabar akan ketentuan Tuhan.
  4. Bertawakkal kepada Tuhan
  5. Tidak tertarik oleh tipu daya dunia.

Orang yang mempunyai sifat qana’ah adalah orang menerima apa saja yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadanya. Ia tidak akan tergiur oleh kemewahan atau kekayaan yang dimiliki orang lain, karena dirinya sudah merasa cukup. Dia sebenarnya sudah merasa kaya dari apa yang dimilikinya. Karena pada hakikatnya kekayaan itu bukanlah tergantung pada banyaknya harta, melainkan sifat menerima yang dimilikinya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

“Bukanlah kekayaan itu lantaran banyak harta, tetapi kekayaan adalah kekayaan jiwa”.

Maksud hadist ini adalah, bahwa jiwa yang sudah merasa kenyang dengan apa yang ada, tidak terlalu loba dan cemburu, bukan orang yang minta lebih terus-terusan. Karena kalau masih meminta tambah, tandanya masih kurang.

Rasulullah SAW bersabda pula :

“Qana’ah itu adalah harta yang tak akan hilang dan simpanan yang tidak akan lenyap” (HR. Thabrani dari Jabir)

Tokoh shufi Hasan Bashri mengemukakan masalah qana’ah yang ditemukan dalam kitab Taurat dengan katanya : “5 Kalimat disimpan dan dimuat dalam Taurat, yaitu :

  1. Kecukupan disimpan dalam qana’ah.
  2. Keselamatan berada dalam uzlah (mengasingkan diri).
  3. Kebebasan didalam mengekang syahwat.
  4. Mahabbah (cinta) didalam menyisihkan keinginan.
  5. Kegembiraan kekal didalam sabar (sementara hidup di dunia).

Dari gambaran ini, dapat dengan jelas diambil pelajaran, bahwa kecukupan seseorang adalah tergantung dari perasaan menerima apa adanya, tanpa ingin tambah terus menerus yang menandakan masih adanya kekurangan. Karena itu seseorang hendaknya mau memandang kepada yang lebih rendah dalam urusan harta. Hanya dengan jalan inilah, perasaan sudah cukup bisa dimiliki seseorang. Tidak terus menerus ingin bertambah harta kekayaannya.

Lebih dari itu, haruslah disadari bahwasannya harta benda yang ditumpuk-tumpuk tidak akan dibawah ke liang kubur, tapi akhirnya hanya ditinggalkan pada ahli warisnya sementara diakhirat masih diminta pertanggung jawabannya.

Perasaan seseorang yang memiliki qana’ah itu bagaikan seorang lapar kehausan ditengah perjalanan di terpa panas matahari, namun tiba-tiba secara kebetulan menemukan air. Sungguh bahagia sekali perasaannya saat menemukan air itu. Bahkan ada satu sya’ir menggambarkan masalah ini, yaitu :

“Sesungguhnya keridhaan (menerima apa adanya) itu bagaikan minuman yang sangat pahit, yang dirasakan orang yang menerima ketika merasakan kesusahan. Balasan keridhaan akan tampak dimasa datang, tidaklah usaha sedikit akan menghasilkan yang banyak”.

Maka barangsiapa yang telah memperoleh rizki dan telah cukup untuk dimakan pada waktu pagi, siang dan petang, hendaklah hati merasa tenang dan cukup. Orang Islam tidak dilarang bekerja mencari harta kekayaan untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, dan memang orang Islam tidak diperbolehkan berpangku tangan, hidup meminta-minta dan sebagainya. Bekerjalah dengan giat dengan ibadah dan melaksanakan kewajiban agama.

Menurut pandangan kaum shufi, kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan jiwa sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah dalam sabdanya diatas. Begitu pula qana’ah yang dimaksud disini adalah qana’ah hati, bukan qana’ah ikhtiar, jadi berusaha dengan cukup, bekerja dengan giat, sebab hidup berarti bekerja, jangan sekali-kali ragu menghadapi hidup.

Qana’ah adalah basis menghadapi hidup, menerbitkan kesungguhan hidup, menimbulkan energi kerja untuk mencari rizqi, jadi berikhtiar dan juga percaya akan taqdir yang diperoleh sebagai hasil.(Sumber "Tashawwuf dan jalan hidup para wali" Karya Ust. Labib MZ dan Drs. Moh Al-'Aziz)

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...